Contact Information

Rabu, 29 April 2015

Pencurian melalui Internet

erkembangan pesat di bidang teknologi komputer yang dilengkapi fasilitas internet telah menyebabkan timbulnya kejahatan. Komputer dapat mempermudah kejahatan seperti pencurian uang melalui rekening bank dengan sarana internet yang dilakukan oleh carder. Perbuatan pencurian uang melalui rekening bank dengan sarana internet yang dilakukan oleh carder ini merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dihindari, akibat dari penguasaan informasi. Dari permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat suatu karya tulis dengan judul: “Tinjauan Yuridis Terhadap Pencurian Uang Melalu Rekening Bank”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1) untuk mengetahui bentuk kejahatan yang berkaitan dengan teknologi informasi dan 2) untuk mengetahui kebijakan hukum pidana terhadap pencurian uang melalui rekening bank dengan sarana internet. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan pendekatan normatif, yaitu dengan menitikberatkan pada pengkajian terhadap peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tindak pidana pencurian uang melalui rekening bank dengan sarana internet ditinjau dari hukum pidana positif Indonesia. Selain itu, kajian ini dilakukan melalui kegiatan yuridis. Dari hasil analisis yang dilakukan bahwa ketentuan pidana yang berkaitan dengan pencurian uang melalui rekening bank dengan sarana internet antara lain Pasal 362 KUHP dengan mempertimbangkan unsur-unsur obyektif dan unsur subyektif. Unsur obyektif dalam pasal 362 KUHP tentang pencurian yaitu mengambil telah terpenuhi dengan adanya perbuatan yang dilakukan pelaku, karena perbuatan mengambil telah mengalami perkembangan dalam hal kualitas. Kedua mengenai barang juga terpenuhi dengan adanya barang yang diambil pelaku yaitu rekening bank. Barang adalah semua benda yang memiliki nilai ekonomis dan tidak memiliki nilai ekonomis, sehingga rekening bank dapat disebut sebagai suatu barang. Ketiga keadaan yang menyertai atau melekat pada benda, yaitu benda tersebut sebagaian atau seluruhnya milik orang lain juga terpenuhi dengan alasan bahwa rekening bank tersebut adalah milik orang lain. Selain Pasal 362, ketentuan pidana yang terkait dengan pencurian uang melalui rekening bank dengan sarana internet adalah UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik yang menjerat, UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU No. 12 tahun 1997 tentang Hak Cipta dan UU No.8 tahun 1999 tetang Perlindungan Konsumen. 060200200
Tinjauan Yuridis Terhadap Pencurian Uang Melalui Rekening Bank Dengan Sarana Internet - ResearchGate. Available from: http://www.researchgate.net/publication/44318833_Tinjauan_Yuridis_Terhadap_Pencurian_Uang_Melalui_Rekening_Bank_Dengan_Sarana_Internet [accessed Apr 30, 2015].http://www.researchgate.net/publication/44318833_Tinjauan_Yuridis_Terhadap_Pencurian_Uang_Melalui_Rekening_Bank_Dengan_Sarana_Internet
Read Full

Pornograf


 Jakarta, HanTer - ECPAT Indonesia mencatat sedikitnya ada 2,5 juta email mengandung konten pornografi setiap hari didistribusikan di dunia maya. Selain itu, merujuk dari data National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) tahun 2012, ditemukan sebanyak 18.747 pornografi "online" pada anak di Indonesia.

"Kami memperkirakan per tahun sekitar 100-150 ribu anak Indonesia menjadi korban eksploitasi seksual," tutur Koordinator ECPAT Indonesia Ahmad Sofian, di Jakarta, Rabu (29/4)

Sementara di level global, Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB di Bidang Kekerasan terhadap Anak, Mario Santos Pais, mencatat sekitar 150 juta anak perempuan dan 73 juta anak laki-laki mengalami pemerkosaan ataupun kekerasan seksual setiap tahunnya termasuk anak-anak yang menjadi objek seks komersial dan seks "online".

Penegakan Hukum ECPAT mendorong dibentuknya undang-undang khusus yang mengatur tentang antiprostitusi dan antipornografi terhadap anak untuk mengurangi jumlah konsumen atau pembeli seks anak melalui media online.

"Segera dibuat UU antiprostitusi anak, karena sampai saat ini belum ada satu pun artikel atau pasal dalam UU Perlindungan Anak maupun UU Perdagangan Manusia yang menyatakan bahwa barangsiapa membeli atau mencoba membeli seks pada anak adalah perbuatan pidana dan dapat dikenai sanksi pidana," ujarnya dikutip Antara.

Selama ini, menurut dia, hukum yang berlaku di Indonesia lebih menitikberatkan pada pemberian sanksi untuk sindikat penyedia seks anak seperti germo atau mucikarinya, tapi pembeli atau pengguna seks anak malah dibiarkan saja.

Indonesia sebenarnya telah meratifikasi instrumen hukum internasional yang diterbitkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait penanggulangan eksploitasi seksual anak melalui UU Nomor 10 Tahun 2012 tentang Protokol Opsional Konvensi Hak Anak, namun hingga kini belum ada legislasi nasional untuk menindaklanjuti isi konvensi tersebut.

Sementara itu negara-negara tetangga sudah menerapkan UU antiprostitusi anak seperti Thailand sudah menerapkan sejak 2008, Filipina sejak 2006, dan yang terbaru Vietnam sudah sejak 2011.

Ia menuturkan sudah seharusnya pemerintah Indonesia mengikuti jejak negara-negara tersebut dengan memasukkan UU antiprostitusi anak ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) agar permintaan akan seks terhadap anak berkurang atau bahkan berhenti sama sekali.

"Karena satu-satunya cara menghentikan praktik eksploitasi seksual anak adalah dengan penerapan hukum yang tegas dan pemberian sanksi yang berat. Praktik seperti itu tidak akan pernah berhenti jika 'demand' masih tinggi," katanya.

Sedangkan terkait dengan terkuaknya praktik jual beli seks anak di salah satu apartemen di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Ahmad mendesak pemerintah dan penegak hukum untuk memberikan sanksi administrasi berupa pengumuman kepada publik dan pencabutan izin usaha pada pihak apartemen atau hotel yang mengizinkan terjadinya eksploitasi seksual anak di kawasan usaha mereka.

"Sanksi administrasi harus diumumkan ke publik sebagai bagian dari tanggung jawab mereka atas terjadinya eksploitasi seksual anak di lingkungan hotel atau apartemen," tuturnya.
 

(Anu)

Read Full

Kontrak/transaksi elektronik dan tanda tangan digital




Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat telah mempengaruhi banyak aspek kehidupan masyarakat dan menjadi hal yang penting, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia. Di Indonesia perkembangan teknologi informasi semakin pesat dan penggunaannya pun semakin banyak tetapi perkembangan ini tidak diimbanggi dengan perkembangan produk hukum sehingga timbulah berbagai sengketa hukum antara para penggunanya. Padahal kehandalan dan keamanan teknologi informasi harus seimbang dengan perlindungan hukum. Salah satunya penggunaan tandatangan digital pada suatu perusahaan yang penggunaannya meliputi para pelaku dalam melakukan transaksi dan organ perusahaan yang berwenang didalamnya. Penggunaan tanda tangan digital dalam perusahaan menimbulkan berbagai permasalahan baru dan ketidakpastian yang memerlukan penanganan. Hal ini berkaitan erat dengan kontrak yang termuat didalamnya. Dengan adanya perkembangan teknologi informasi, maka penandatanganan dilakukan dengan cara digital. Perkembangan dalam kontrak pada perusahaan yang dilakukan secara elektronik ini tidak serta merta bebas dari permasalahan hukum, diantaranya hubungan hukum antar para pelakunya. Hal ini memunculkan permasalahan hukum yang diantaranya mengenai bagaimana keabsahan tanda tangan digital dalam kontrak elektronik suatu perusahaan, kewenangan penerbitan tanda tangan digital dalam kontak elektronik pada perusahaan serta tanggung jawab organ perusahaan dalam penggunaan tanda tangan digital dalam kontrak elektonik. Didalam UU ITE pasal 1 tentang ketentuan umum adapun yang dimaksud  dan definisi Kontrak/ transaksi elektronik dan tanda tangan digital adalah :  .Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan mengunakan komputer, jaringan komputer, dan / atau media elektronik lainnya.

. Tanda tangan elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang diletakkan, terasosiasi atau terkait informasi elektronik lainnya digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
. Penanda tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan tanda tangan elektronik.
. Kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik.
. Pengirim adalah subjek hukum  yang menerima informasi dan/atau dokumen elektronik.
. Penerima adalah subjek hukum  yang menerima informasi dan/atau dokumen elektronik dari pengirim.
kasus : kejahatan kartu kredit yang dilakukan lewat  transaksi onlie di Yogyakarta.
Polda di Yogyakarta menangkap lima carder dan mengamanakan barang bukti bernilai puluhan juta, yang didapat dari merchant luar negeri. Begitu jugan dengan  yang dilakukan mahasiswa sebuah perguruan tinggi Bandung, Buy alis sam. Akibat perbuatannya selama setahun, beberapa pihak dari Jerman dirugikan sebesar 15.000 DM (sekitar RP 70 juta).
Para carder beberapa waktu lalu juga menyadap data kartu kredit dari dua outlet pusat perbelajan yang cukup terkenal. Caranya ,saat kasir mengesek kartu kredit pada waktu pembayaran, pada saat data berjalan ke bank-bank tertentu itulah data dicuri. Akibatnya, banyak laporan pemegang kartu kredit yang mendapatkan tagihan terhadap transaksi yang tidak pernah dilakukan.
Analisa kasus: kasus diatas melanggar undang-undang ITE tahun 2008 pasal 21 ayat 2b yang berbunyi “pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksaaan Transaksi Elektronik sebagaimana yang di maksud pada ayat (1) diatur sebagi berikut: a) jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi.
Solusi :
. Perlu adanya cyberlaw:  cybercrime belum sepenuhnya terakomodasi  dalam peraturan/ undang-undang yang ada, penting adanya perangkat hukum khusus mengingat karakter dari cybercrime ini berbeda dari kejahatan konvesional.
. Perlu Dukungan Lembaga Khusus : lembaga ini diperlukan untuk memberikan informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat serta melakukan riset-riset  khusus dalam penanggulangan cybercrime.
. Penggunaan enkripsi untuk meningkatkan keamanan. Pengunaan enkripsi yaitu dengan mengubah data-data yang dikirimkan sehingga  tidak mudah disedap (plaintext diubah menjadi chipertext). Untuk meningkatkan keamanan authentication  (penggunaan user_id dan password) penggunaan enkripsi dilakukan pada tingkat socket.

http://elib.unikom.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptunikompp-gdl-kikysaepud-18197

Read Full

Kebijakan Hukum dalam upaya penanggulangan Pelanggaran Kode Etik Profesi TI

Etika dan Kerangka Hukum Bidang Teknologi Informasi

Oleh Inansyah
Widyaiswara Pertama pada Balai Diklat Keagamaan Padang
ABSTRAK
Etika secara umum didefinisikan sebagai suatu kepercayaan atau pemikiran yang mengisi suatu individu, yang keberadaanya bisa dipertanggung jawabkan terhadap masyarakat atas perilaku yang diperbuat. Biasanya pengertian etika akan berkaitan dengan masalah moral.
Kriminalitas siber (Cybercrime) atau kriminalitas di internet adalah tindak pidana kriminal yang dilakukan pada teknologi internet (cyberspace), baik yang menyerang fasilitas umum di dalam cyberspace atupun kepemilikan pribadi. Secara teknis tindak pidana tersebut dapat dibedakan menjadi off-line crime, semi on-line crime, dan cybercrime.
Kata Kunci : Etika, Kerangka Hukum dan Teknologi Informasi.
Pendahuluan
Didalam organisasi modern, dan dalam bahasan ekonomis secara luas, informasi telah menjadi komoditas yang sangat berharga, dan telah berubah dan dianggap sebagai sumber daya habis pakai, bukannya barang bebas. Dalam suatu organisasi perlu dipertimbangkan bahwa informasi memiliki karakter yang multivalue, dan multidimensi. Dari sisi pandangan teori sistem, informasi memungkinkan kebebasan beraksi, mengendalikan pengeluaran, mengefisiensikan pengalokasian sumber daya dan waktu. Sirkulasi informasi yang terbuka dan bebas merupakan kondisi yang optimal untuk pemanfaatan informasi. Selain dampak positif dari kehadiran teknologi informasi pada berbagai bidang kehidupan, pemakaian teknologi informasi bisa mengakibatkan atau menimbulkan dampak negatif bagi pengguna atau pelaku bidang teknologi informasi itu sendiri, maupun bagi masyarakat luas yang secara tidak langsung berhubungan dengan teknologi informasi tersebut.
Etika Penggunaan Teknologi Informasi
Etika secara umum didefinisikan sebagai suatu kepercayaan atau pemikiran yang mengisi suatu individu, yang keberadaanya bisa dipertanggung jawabkan terhadap masyarakat atas perilaku yang diperbuat. Biasanya pengertian etika akan berkaitan dengan masalah moral.
Moral adalah tradisi kepercayaan mengenai perilaku benar dan salah yang diakui oleh manusia secara universal. Perbedaanya bahwa etika akan menjadi berbeda dari masyarakat satu dengan masyarakat yang lain. Sebuah survei menyebutkan bahwa penggunaan software bajakan yang berkembang di Asia saat ini bisa mencapai lebih dari 90 %, sedangkan di Amerika kurang dari 35 %. Ini bisa dikatakan bahwa masyarakat pengguna software di Asia
kurang etis di banding di Amerika. Contoh lain misalnya kita melihat data orang lain atau perusahaan lain yang menjadi rahasianya, berarti kita bertindak kurang etis.
Pentingnya Etika Komputer
Menurut James moor, terdapat tiga alasan utama minat masyarakat yang tinggi pada etika komputer, yaitu :• Kelenturan Logika, Faktor Transformasi danFaktor tak kasat mata.
HAK-HAK ATAS INFORMASI /KOMPUTER
Hak Sosial dan Komputer
Menurut Deborah Johnson, Profesor dari Rensselaer Polytechnic Institute mengemukakan bahwa masyarakat memiliki : Hak atas akses komputer, Hak atas keahlian komputer, Hak atas spesialis komputer dan Hak atas pengambilan keputusan komputer.
Hak Atas Informasi
Menurut Richard O. Masson, seorang profesor di Southern Methodist University, telah mengklasifikasikan hak atas informasi berupa : Hak atas privasi, Hak atas akurasi, Hak atas kepemilikan. Dan Hak atas akses.
Kontrak Sosial Jasa Informasi
Untuk memecahkan permasalahan etika komputer, jasa informasi harus masuk ke dalam kontrak sosial yang memastikan bahwa komputer akan digunakan untuk kebaikan sosial. Jasa informasi membuat kontrak tersebut dengan individu dan kelompok yang menggunakan atau yang dipengaruhi oleh output informasinya. Kontrak tersebut tidak tertulis tetapi tersirat dalam segala sesuatu yang dilakukan jasa informasi. Kontrak tersebut menyatakan bahwa Komputer tidak akan digunakan dengan sengaja untuk menggangu privasi orang, Setiap ukuran akan dibuat untuk memastikan akurasi pemrosesan data, Hak milik intelektual akan dilindungi.
Etika IT di Perusahaan
Sangat penting penerapan etika dalam penggunaan teknologi informasi (information technology/IT) di perusahaan. Etika tersebut akan mengantarkan keberhasilan perusahaan dalam proses pengambilan keputusan manajemen. Kegagalan pada penyajian informasi akan berakibat resiko kegagalan pada perusahaan. Penerapan etika teknologi informasi dalam perusahaan harus dimulai dari dukungan pihak top manajemen terutama pada chief Information Officer (CIO). Kekuatan yang dimiliki CIO dalam menerapkan etika IT pada perusahaannya sangat dipengaruhi akan kesadaran hukum, budaya etika, dan kode etik profesional oleh CIO itu sendiri.
Kriminalitas di Internet (Cybercrime)
Kriminalitas siber (Cybercrime) atau kriminalitas di internet adalah tindak pidana kriminal yang dilakukan pada teknologi internet (cyberspace), baik yang menyerang fasilitas umum di dalam cyberspace atupun kepemilikan pribadi. Secara teknis tindak pidana tersebut dapat dibedakan menjadi off-line crime, semi on-line crime, dan cybercrime. Masing-masing memiliki karakteristikter sendiri, namun perbedaan utama diantara ketiganya adalah keterhubungan dengan jaringan informasi publik (baca: internet). Cybercrime merupakan perkembangan lebih lanjut dari kejahatan atau tindak pidana yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi komputer. Fenomena cybercrime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini agak berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya Cybercrime dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak diperlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejahatan.Kejahatan yang terjadi di internet terdiri dari berbagai macam jenis dan cara yang bisa terjadi. Menurut motifnya kejahatan di internet dibagi menjadi dua motif yaitu :
Motif Intelektual. Yaitu kejahatan yang dilakukan hanya untuk kepuasan diri pribadi dan menunjukkan bahwa dirinya telah mampu untuk merekayasa dan mengimplementasikan bidang teknologi informasi.
Motif ekonomi, politik, dan kriminal. Yaitu kejahatan yang dilakukan untuk keuntungan pribadi atau golongan tertentu yang berdampak pada kerugian secara ekonomi dan politik pada pihak lain.
Kejahatan komputer juga dapat ditinjau dalam ruang lingkup sebagai berikut:
Ø Pertama, komputer sebagai instrumen untuk melakukan kejahatan tradisional,
Ø Kedua, komputer dan perangkatnya sebagai objek penyalahgunaan, dimana data-data didalam komputer yang menjadi objek kejahatan dapat saja diubah, dimodifikasi, dihapus atau diduplikasi secara tidak sah.
Ø Ketiga, Penyalahgunaan yang berkaitan dengan komputer atau data,
Ø Keempat, adalah unauthorized acquisition, disclosure or use of information and data, yang berkaitan dengan masalah penyalahgunaan hak akses dengan cara-cara yang ilegal.
Menurut Bainbridge (1993) dalam bukunya Komputer dan Hukum membagi beberapa macam kejahatan dengan menggunakan sarana komputer :
· Memasukkan instruksi yang tidak sah,
· Perubahan data input,
· Perusakan data, hal ini terjadi terutama pada data output,
· Komputer sebagai pembantu kejahatan,
· Akses tidak sah terhadap sistem komputer atau yang dikenal dengan hacking.
Bernstein (1996) menambahkan ada beberapa keadaan di Internet yang dapat terjadi sehubungan lemahnya sistem keamanan antara lain:
o Password seseorang dicuri ketika terhubung ke sistem jaringan dan ditiru atau digunakan oleh si pencuri.
o Jalur komunikasi disadap dan rahasia perusahaan pun dicuri melalui jaringan komputer.
o Sistem Informasi dimasuki (penetrated) oleh pengacau (intruder).
o Server jaringan dikirim data dalam ukuran sangat besar (e-mail bomb) sehingga sistem macet.
Selain itu ada tindakan menyangkut masalah kemanan berhubungan dengan lingkungan hukum:
· Kekayaan Intelektual (intellectual property) dibajak.
· Hak cipta dan paten dilanggar dengan melakukan peniruan dan atau tidak membayar royalti.
· Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan penggunaan teknologi tertentu.
· Dokumen rahasia disiarkan melalui mailing list atau bulletin boards.
· Pegawai menggunakan Internet untuk tindakan a-susila seperti pornografi.
Kerangka Hukum Bidang Teknologi Informasi
Dampak negatif yang serius karena berkembangnya teknologi informasi terutama teknologi internet harus segera ditangani dan ditanggulangi dengan segala perangkat yang mungkin termasuk perangkat perundangan yang bisa mengendalikan kejahatan dibidang teknologi informasi. Sudah saatnya bahwa hukum yang ada harus bisa mengatasi penyimpangan penggunaan perangkat teknologi informasi sebagai alat bantunya, terutama kejahatan di internet (cybercrime) dengan menerapkan hukum siber (cyberlaw).
Pendapat tentang Cyberlow
Munculnya kejahatan diinternet pada awalnya banyak terjadi pro-kontra terhadap penerapan hukum yang harus dilakukan. Hal ini direnakan saat itu sulit untuk menjerat secara hukum para pelakunya karena beberapa alasan. Alasan yang menjadi kendala seperti sifat kejahatannya bersifat maya, lintas negara, dan sulitnya menemukan pembuktian. Hukum yang ada saat itu yaitu hukum tradisional banyak memunculkan pro-kontra, karena harus menjawab pertanyaan bisa atau tidaknya sistem hukum tradisional mengatur mengenai aktivitas-aktivitas yang dilakukan di Internet.
Mas Wigrantoro dalam naskah akademik tentang RUU bidang Teknologi Informasi menyebutkan, terdapat dua kelompok pendapat dalam menjawab pertanyaan ini, yaitu : – Kelompok pertama berpendapat bahwa hingga saat ini belum ada perundangan yang mengatur masalah kriminalitas penggunaan Teknologi Informasi (cybercrime), dan oleh karenanya jika terjadi tindakan kriminal di dunia cyber sulit bagi aparat penegak hukum untuk menghukum pelakunya. – Kelompok kedua beranggapan bahwa tidak ada kekosongan hukum, oleh karenanya meski belum ada undang – undang yang secara khusus mengatur masalah cybercrime, namun demikian para penegak hukum dapat menggunakan ketentuan hukum yang sudah ada. Pendapat dua kelompok di atas mendorong diajukannya tiga alternatif pendekatan dalam penyediaan perundang-udangan yang mengatur masalah kriminalitas Teknologi Informasi, yaitu :– Alternatif pertama adalah dibuat suatu Undang –Undang khusus yang mengatur masalah Tindak Pidana di Bidang Teknologi Informasi – Alternatif kedua, memasukkan materi kejahatan Teknologi Informasi ke dalam amandemen KUHP yang saat ini sedang digodok oleh Tim Departemen Kehakiman dan HAM, – Alternatif ketiga, melakukan amandemen terhadap semua undang – undang yang diperkirakan akan berhubungan dengan pemanfaatan.
Prinsip dan Pendekatan Hukum
Istilah hukum siber diartikan sebagai padanan kata dari Cyber Law, yang saat ini secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi Informasi (Law of Information Technology) Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Maya antara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual. Dalam ruang siber pelaku pelanggaran seringkali menjadi sulit dijerat karena hukum dan pengadilan Indonesia belum memiliki yurisdiksi terhadap pelaku dan perbuatan hukum yang terjadi, mengingat pelanggaran hukum bersifat transnasional tetapi akibatnya justru memiliki implikasi hukum di Indonesia. Dalam hukum internasional, dikenal tiga jenis jurisdiksi, yaitu :– jurisdiksi untuk menetapkan undang-undang (the jurisdiction to prescribe),– jurisdiksi untuk penegakan hukum (the jurisdiction to enforce), dan – jurisdiksi untuk menuntut (the jurisdiction to adjudicate).
Instrumen Internasional di Bidang Cybercrime Uni Eropa
Instrumen Hukum Internasional publik yang mengatur masalah Kejahatan siber yang saat ini paling mendapat perhatian adalah Konvensi tentang Kejahatan siber (Convention on Cyber Crime) 2001 yang digagas oleh Uni Eropa. Konvensi ini meskipun pada awalnya dibuat oleh
organisasi Regional Eropa, tetapi dalam perkembangannya dimungkinkan untuk diratifikasi dan diaksesi oleh negara manapun didunia yang memiliki komitmen dalam upaya mengatasi kejahatan Siber. Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan kriminal (criminal policy) yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cyber crime, baik melalui undang-undang maupun kerjasama internasional.
PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
Sidang Umum PBB pada tanggal 4 Desember 2000 menandatangani Resolusi 55/63 yang berisi tentang memerangi tindakan kriminal penyalah- gunaan Teknologi Informasi, Butir – butir Resolusi yang selanjutnya menandai dimulainya perhatian dunia terhadap masalah kejahatan Teknologi Informasi.
Asia Pacific Economy Cooperation (APEC )
Menindak-lanjuti Resolusi PBB 55/63 tersebut di atas para pemimpin ekonomi yang tergabung dalam organisasi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) sepakat membentuk APEC Cybercrime Strategy yang bertujuan mengupayakan secara bersama keamanan Internet (cybersecurity) dan mencegah serta menghukum pelaku cybercrime. Selanjutnya diminta kepada para pemimpin anggota APEC agar membentuk unit – unit pengamanan yang bertugas memerangi kejahatan cybercrime, serta menunjuk personalia yang bertugas sebagai point of contact dalam kerja sama internasional memerangi cybercrime.
Ruang Lingkup Cyber Law
Perspektif Cyber low dalam Hukum Indonesia
Dilihat dari kejadian-kejadian kriminalitas internet dan begitu berkembangnya pemakaian atau emanfaaatan di Indonesia maupun di dunia Internasional, sudah saatnya pemerintah Indonesia menerapkan cyber law sebagai prioritas utama. Urgensi cyber law bagi Indonesia terletak pada keharusan Indonesia untuk mengarahkan transaksitransaksi lewat Internet saat ini agar sesuai dengan standar etik dan hukum yang disepakati dan keharusan untuk meletakkan dasar legal dan kultural bagi masyarakat Indonesia untuk masuk dan menjadi pelaku dalam masyarakat informasi.Pemerintah Indonesia baru saja mengatur masalah HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual), No 19 tahun 2002. Namun undang-undang tersebut berfokus pada persoalan perlindungan kekayaan intelektual saja. Ini terkait dengan persoalan tingginya kasus pembajakan piranti lunak di negeri ini. Kehadiran UU tersebut tentu tidak lepas dari desakan negara-negara produsen piranti lunak itu berasal. Begitu juga dengan dikeluarkannya UU hak patent yang diatur dalam UU no 14 tahun 2001, yang mengatur hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Terlepas dari masalah itu, sebenarnya kehadiran cyberlaw yang langsung memfasilitasi eCommerce, eGovernment dan cybercrime sudah sangat diperlukan.
Perundangan Pemanfaatan Teknologi Informasi di Indonesia
Dalam RUU pemanfaatan teknologi informasi di Indonesia telah dibahas berbagai aturan pemanfaatan teknologi informasi atau internet di berbagai sektor atau bidang. Aturan ini dibuat karena kemunculan sejumlah kasus yang cukup fenomenal di dunia internet yang telah mendorong dan mengukuhkan internet sebagai salah satu institusi dalam arus utama (mainstream) budaya dunia saat ini. Munculnya perundangan pemanfaatan teknologi informasi kerena didorong peritmbangan-pertimbangan seperti; pertumbuhan teknologi informasi yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat; globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan pemanfaatan teknologi informasi di tingkat nasional sebagai jawaban atas perkembangan yang terjadi baik di tingkat regional maupun internasional.Pengaturan pemanfaatan teknologi informasi harus dilaksanakan dengan tujuan untuk :– mendukung persatuan dan kesatuan bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;– mendukung perkembangan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional; – mendukung efektivitas komunikasi dengan memanfaatkan secara optimal teknologi informasi untuk tercapainya keadilan dan kepastian hukum; – memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk mengembangkan pemikiran dan kemampuannya di bidang teknologi informasi secara bertanggung jawab dalam rangka menghadapi perkembangan teknologi informasi dunia.
Dalam RUU pemanfaatan teknologi kegiatan yang diatur meliputi :
– Perdagangan elektronik (e-commerce)
– Perbankan elektronik (e-banking)
– Pemerintahan elektronik (e-government)
– Pelayanan kesehatan elektronik (e-hospital)
– Pemberian nama domain (Domain NameServices/DNS)
Selain itu aturan-aturan lain yang berhubungan dengan hal diatas seperti hak kekayaan intelektual, hak atas kerahasiaan informasi, perlindungan hak-hak pribadi, perpajakan, penyelesaian sengketa, yuridiksi, penyidikan, dan tindak pidana diatur dalam perundangan lain seperti adanya hak paten, HAKI, dan RUUTIPITI (Tindak Pidana Teknologi Informasi)
Implementasi Hukum Teknologi Informasi di Indonesia
Undang – Undang Tindak Pidana di Bidang Teknologi Informasi (UU-TIPITI) dibuat dengan
tujuan untuk mendukung ketertiban pemanfaatan Teknologi Informasi yang digunakan oleh orang berkewarga-negaraan Indonesia, dan atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia, orang asing, atau badan hukum asing yang melakukan kegiatan atau transaksi dengan orang, atau badan hukum yang lahir dan berkedudukan di Indonesia, dengan tetap menjunjung tinggi hukum Indonesia dan hak asasi manusia, tidak diskriminatif baik berdasarkan suku, agama, ras maupun antar golongan. Pembuktian Cybercrime Alat bukti yang bisa digunakan dalam penyidikan selain alat bukti yang sudah diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana, catatan elektronik yang tersimpan dalam sistem komputer merupakan alat bukti yang sah. Catatan elektronik tersebut yang akan dijadikan alat bukti sah di pengadilan wajib dikumpulkan oleh penyidik dengan mengikuti prosedur sesuai ketentuan yangberlaku. Selain catatan elektronik, maka dapat digunakan sebagai alat bukti meliputi :• Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik atau yang serupa dengan itu. dan Data, rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada : Tulisan, suara atau gambar; Peta, rancangan, foto atau sejenisnya; Huruf, tanda, angka, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya; Alat bukti elektronik, khususnya yang berwujud perangkat lunak diperoleh dengan cara penggandaan dari lokasi asalnya dengan cara tertentu tanpa merusak struktur logika program.
Kesimpulan
1. Pemakaian teknologi informasi bisa mengakibatkan atau menimbulkan dampak negatif bagi pengguna atau pelaku bidang teknologi informasi itu sendiri, maupun bagi masyarakat luas yang secara tidak langsung berhubungan dengan teknologi informasi tersebut.
2. Pemerintah Indonesia baru saja mengatur masalah HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual), No 19 tahun 2002. Namun undang-undang tersebut berfokus pada persoalan perlindungan kekayaan intelektual saja. Ini terkait dengan persoalan tingginya kasus pembajakan piranti lunak di negeri ini.
3. Undang – Undang Tindak Pidana di Bidang Teknologi Informasi (UU-TIPITI) dibuat dengan tujuan untuk mendukung ketertiban pemanfaatan Teknologi Informasi yang digunakan oleh orang berkewarga-negaraan Indonesia, dan atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia, orang asing, atau badan hukum asing yang melakukan kegiatan atau transaksi dengan orang, atau badan hukum yang lahir dan berkedudukan di Indonesia, dengan tetap menjunjung tinggi hukum Indonesia dan hak asasi manusia, tidak diskriminatif baik berdasarkan suku, agama, ras maupun antar golongan.

http://bdkpadang.kemenag.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=485:etika-dan-kerangka-hukum-bidang-teknologi-informasi&catid=41:top-headlines

Read Full

Prinsip kehati-hatian (Duty Care)

Dimana seseorang atau suatu instansi harus berhati-hati dalam menggunakan media internet. karena media internet sangat banyak sekali cybercrime sehingga duty care (prinsip kehati-hatian) itu sangat diperlukan. salah satu tindakan cyber crime :

Penyebaran virus secara sengaja
Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.

Contoh Kasus :
Perusahaan peranti lunak, Microsoft dan Norton, Selasa (23/3/2010), menginformasikan adanya ancaman penyusupan virus baru lewat surat elektronik (e-mail) yang merusak data komputer pengguna layanan internet, seperti Yahoo, Hotmail, dan AOL (American OnLine). Virus itu masuk ke surat elektronik dalam bentuk program presentasi Power Point dengan nama “Life is Beautiful”. Jika Anda menerimanya, segera hapus file tersebut. Karena jika itu dibuka, akan muncul pesan di layar komputer Anda kalimat: “it is too late now; your life is no longer beautiful….” (Sudah terlambat sekarang, hidup Anda tak indah lagi).

Undang-Undang :
Sebetulnya di Indonesia belum ada undang-undang yang langsung menegaskan pada kasus ini, namun dalam beberapa kasus, ini bisa di jerat dengan undang-undang : Pasal 27 (1): Setiap orang dilarang menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak, untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi dalam komputer dan atau sistem elektronik. (Pidana 4 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar).
Read Full

Senin, 27 April 2015

Kenyamanan Individu (Privacy)

Kenyamanan Individu (Bahasa Inggrisprivacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. Privasi kadang dihubungkan dengan anonimitas walaupun anonimitas terutama lebih dihargai oleh orang yang dikenal publik. Privasi dapat dianggap sebagai suatu aspek dari keamanan.

Hak pelanggaran privasi oleh pemerintahperusahaan, atau individual menjadi bagian di dalam hukum di banyak negara, dan kadang, konstitusi atau hukum privasi. Hampir semua negara memiliki hukum yang, dengan berbagai cara, membatasi privasi, sebagai contoh, aturan pajak umumnya mengharuskan pemberian informasi mengenai pendapatan. Pada beberapa negara, privasi individu dapat bertentangan dengan aturan kebebasan berbicara, dan beberapa aturan hukum mengharuskan pemaparan informasi publik yang dapat dianggap pribadi di negara atau budaya lain.


Privasi dapat secara sukarela dikorbankan, umumnya demi keuntungan tertentu, dengan risiko hanya menghasilkan sedikit keuntungan dan dapat disertai bahaya tertentu atau bahkan kerugian. Contohnya adalah pengorbanan privasi untuk mengikut suatu undian atau kompetisi; seseorang memberikan detail personalnya (sering untuk kepentingan periklanan) untuk mendapatkan kesempatan memenangkan suatu hadiah. Contoh lainnya adalah jika informasi yang secara sukarela diberikan tersebut dicuri atau disalahgunakan seperti pada pencurian identitas.


Pencurian Identitas dalam Arti Sempit

Pencurian identitas dalam arti sempit berarti bahwa seseorang mengambil suatu kartu pengenal/segala jenis pengenal milik orang lain untuk kemudian dia gunakan pada dirinya sendiri sebagai identitas pengenal orang yang dicuri tersebut. Saat ini pencurian identitas yang terjadi banyak dilakukan karena motif yang beragam, dimulai dari kepentingan untuk mencapai tujuan ekonomi yang mereka inginkan, penipuan, sampai sekedar melampiaskan motif dendam semata dengan cara merusak imej orang tersebut.

Pencurian Identitas dalam Arti Luas

Pencurian identitas dalam arti luas berarti bahwa seseorang telah menjadi sangat depresi atau mengalami gangguan kejiwaan (psikopat) dengan meniru atau mencuri identitas orang lain yang dia ingat, benci, atau sukai. Pencurian identitas sangat merugikan karena orang yang dicuri identitasnya mungkin citranya akan buruk di mata orang lain.

Sumber : Wikipedia.org
Read Full

Pengaturan sumber daya Internet seperti IP-Address, Domain Name

Domain Name System (DNS) adalah sistem penamaan hirarkis didistribusikan untuk komputer, jasa, atau sumber daya terhubung ke Internet atau jaringan pribadi. Ini asosiasi berbagai informasi dengan nama domain ditugaskan untuk masing-masing entitas yang berpartisipasi. Paling mencolok, menerjemahkan nama domain, yang dapat dengan mudah diingat oleh manusia, ke alamat IP numerik yang diperlukan untuk tujuan layanan komputer dan perangkat di seluruh dunia. Domain Name System merupakan komponen penting dari fungsi yang paling layanan Internet karena layanan direktori utama Internet.

Domain Name System mendistribusikan tanggung jawab menetapkan nama domain dan pemetaan nama-nama ke alamat IP dengan menunjuk server nama otoritatif untuk setiap domain. Server nama otoritatif yang ditugaskan untuk bertanggung jawab untuk domain mereka didukung, dan dapat mendelegasikan otoritas atas sub-domain ke server nama lainnya. Mekanisme ini menyediakan didistribusikan dan kesalahan layanan toleran dan dirancang untuk menghindari perlunya database pusat tunggal.

Domain Name System juga menentukan fungsi teknis dari layanan database yang pada intinya. Ini mendefinisikan protokol DNS, spesifikasi rinci dari struktur data dan pertukaran komunikasi data yang digunakan dalam DNS, sebagai bagian dari Internet Protocol Suite. Secara historis, layanan direktori lain sebelumnya DNS tidak terukur ke direktori besar atau global mereka awalnya berdasarkan file teks, jelas resolver HOSTS.TXT. DNS telah digunakan secara luas sejak 1980-an.

Internet mempertahankan dua ruang nama utama, nama domain hirarki [1] dan ruang alamat Internet Protocol (IP) [2] The Domain Name System mempertahankan. Hirarki nama domain dan menyediakan layanan terjemahan antara itu dan ruang alamat. Server nama Internet dan protokol komunikasi mengimplementasikan Domain Name System [3] Sebuah nama DNS server adalah server yang menyimpan catatan DNS untuk nama domain;. nama DNS server yang merespon dengan jawaban atas query terhadap database-nya.

Jenis yang paling umum dari catatan yang disimpan dalam database DNS yang berhubungan dengan zona DNS otoritas otoritas (SOA), alamat IP (A dan AAAA), SMTP penukar email (MX), server nama (NS), pointer untuk pencarian DNS terbalik (PTR), dan nama domain alias (CNAME). Meskipun tidak dimaksudkan untuk menjadi database tujuan umum, DNS dapat menyimpan catatan untuk jenis data baik untuk pencarian mesin otomatis untuk hal-hal seperti catatan DNSSEC, atau untuk permintaan manusia seperti orang yang bertanggung jawab (RP) catatan. Untuk daftar lengkap dari jenis catatan DNS, lihat Daftar jenis catatan DNS. Sebagai database tujuan umum, DNS juga telah melihat digunakan dalam memerangi email yang tidak diminta (spam) dengan menggunakan daftar blackhole real-time disimpan dalam database DNS. Apakah internet penamaan atau untuk umum penggunaan tujuan, database DNS secara tradisional disimpan dalam file zona terstruktur
Read Full

Serangan Terhadap Fasilitas Komputer (Hacking, Virusses, Illegal Access)

  Hacking adalah kegiatan menerobos program komputer milik orang/pihak lain. Hacker adalah orang yang gemar ngoprek komputer, memiliki keahlian membuat dan membaca program tertentu, dan terobsesi mengamati keamanan (security)-nya.
Viruses merupakan program komputer yang dapat menggandakan atau menyalin dirinya sendiri dan menyebar dengan cara menyisipkan salinan dirinya ke dalam program atau dokumen lain.
Cara Kerja
Virus komputer umumnya dapat merusak perangkat lunak komputer dan tidak dapat secara langsung merusak perangkat keras komputer tetapi dapat mengakibatkan kerusakan dengan cara memuat program yang memaksa over process ke perangkat tertentu.
 Efek negatif virus komputer adalah memperbanyak dirinya sendiri, yang membuat sumber daya pada komputer (seperti penggunaan memori) menjadi berkurang secara signifikan. Hampir 95% virus komputer berbasis sistem operasi Windows. Sisanya menyerang Linux/GNU, Mac, FreeBSD, OS/2 IBM, dan Sun Operating System. Virus yang ganas akan merusak perangkat keras.

 Pegertian virus

Virus komputer adalah sebuah istilah umum untuk menggambarkan segala jenis serangan terhadap komputer. Dikategorikan dari cara kerjanya, virus komputer dapat dikelompokkan ke dalam kategori sebagai berikut:
  • Worm - Menduplikatkan dirinya sendiri pada harddisk. Ini membuat sumber daya komputer (Harddisk) menjadi penuh akan worm itu.
  • Trojan - Mengambil data pada komputer yang telah terinfeksi dan mengirimkannya pada pembuat trojan itu sendiri.
  • Backdoor - Hampir sama dengan trojan. Namun, Backdoor bisanya menyerupai file yang baik-baik saja. Misalnya game.
  • Spyware - Virus yang memantau komputer yang terinfeksi.
  • Rogue - merupakan program yang meniru program antivirus dan menampilkan aktivitas layaknya antivirus normal, dan memberikan peringatan-peringatan palsu tentang adanya virus. Tujuannya adalah agar pengguna membeli dan mengaktivasi program antivirus palsu itu dan mendatangkan uang bagi pembuat virus rogue tersebut. Juga rogue dapat membuka celah keamanan dalam komputer guna mendatangkan virus lain.
    
Cara Mengatasi
serangan virus dapat dicegah atau ditanggulangi dengan menggunakan antivirus. Jenis perangkat lunak ini dapat juga mendeteksi dan menghapus virus komputer. Virus komputer ini dapat dihapus dengan basis data (database/ Signature-based detection), heuristik, atau peringkat dari program itu sendiri (
Pengertian Illegal Access
   Illegal Access Adalah Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukan hanya karena merasa tertantang untuk mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi tinggi.
Jenis-jenis Illegal Access
1. Illegal Access sebagai tindak kejahatan murni :
    Dimana orang yang melakukan kejahatan yang   dilakukan secara di sengaja, dimana orang tersebut secara   sengaja dan terencana   untuk melakukan pengrusakkan,   pencurian, tindakan anarkis, terhadap suatu system   informasi atau system computer.
2. Illegal Access sebagai tindakan kejahatan abu-abu :
  Dimana kejahatan ini tidak jelas antara kejahatan   criminal atau bukan karena dia melakukan pembobolan   tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan perbuatan   anarkis terhadap system informasi atau system computer   tersebut
3. Illegal Access yang menyerang individu :
Contoh Kasus Illegal Access
 Kasus 1 :
   Dua warga Indonesia Berhasil Bobol Kartu Kredit Via Online. Dua Warga Indonesia ini berhasil membobol kartu kredit secara online milik perusahaan di luar negeri. Kedua Pembobol ini bernama Adi dan Ari mereka berhasil menerobos sistem perbankan perusahaan asing, seperti Capital One USA, Cash Bank USA dan GT Morgan Bank USA kemudian membobol kartu kredit milik perusahaan ternama tersebut. Setelah berhasil kedua pelaku tersebut menggunakan kartu kreditnya untuk membeli tiket pesawat Air Asia lalu tiket tersebut dijual pelaku dengan harga yang sangat murah. Tidak tanggung-tanggung untuk menarik pembeli mereka sengaja memasang iklan seperti di situs weeding.com dan kaskus. Dan hebatnya lagi dari pengakuan kedua pembobol tersebut mereka mempelajari teknik bobol credit card ini secara otodidak. Selengkapnya >>
Penyelesaian :
Setelah berhasil membobol kartu kredit dari Ricop yaitu perusahaan yang memproduksi anggur di san francisco mereka berhasil ditangkap oleh Polda Metro Jaya ditempat terpisah, di Jakarta dan Malang. Dari tangan mereka berhasil diamankan barang buktiseperti laptop, dua BalckBerry, modem, komputer, buku tabungan BCA dan daftar perusahaan yang akan menjadi target pembobolan.
  Yaitu, kejahatan yang dilakukan terhadap orang   lain dengan motif dendam atau iseng yang bertujuan   untuk merusak namabaik, mencoba ataupun   mempermaikan seseorang untuk mendapatkan kepuasan   pribadi. Contoh : Pornografi, Cyberstalking,dll
4. Illegal Access yang menyerang hak cipta (Hak milik) :
     Kejahatan yang dilakukan terhadap hasil karya   seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan,   mengubah yang bertujuan untuk kepentingan   pribadi/umum ataupun demi   materi/nonmateri. 
5. Illegal Access yang menyerang pemerintah :
  Kejahatan yang dilakukan dengan   pemerintah sebagai objek dengan motif   melakukan terror, membajak ataupun   merusakkeamanan suatu pemerintahan   yang bertujuan untuk mengacaukan system   pemerintahan, atau menghancurkan suatu   Negara.
UU ITE Yang Bersangkutan Dengan Kasus Diatas :
Pasal 35 UU ITE menyebutkan: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan atau dokumen elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yangotentik”.
Pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses computer dan/atau system elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system pengaman (cracking, hacking, illegal access).
- Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memebuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Solusi :
  Ada baiknya kita selalu waspada dengan cara mengetahui cara kerja hacker atau cacker  biasanya mereka menggunakan program yang dapat melihat atau membuat logging file data yang dikirim oleh website e-commerce (penjualan online) yangdiincar oleh hacker tersebut. Karena biasanya hacker, cracker dan carder mengincar web yang tidak lengkap dengan  security encryption atau situs yang tidak memiliki security yang tidak bagus.


Read Full