Sampai saat ini belum ada definisi hukum di Indonesia yang tepat dan jelas tentang apa yang disebut pencemaran nama baik. Menurut frase (bahasa Inggris), pencemaran nama baik diartikan sebagai defamation, slander, libel yang dalam bahasa Indonesia (Indonesian translation) diterjemahkan menjadi pencemaran nama baik, fitnah (lisan), fitnah (tertulis) adalah oral defamation (fitnah secara lisan) sedangkan libel adalah written defamation (fitnah secara tertulis). Dalam bahasa Indonesia sendiri hingga kini belum ada istilah untuk membedakan antara slander dan libel.
Meskipun masih dalam suatu proses perdebatan, ketentuan-ketentuan tentang penghinaan yang terdapat dalam Bab XVI, Buku II KUHP dianggap masih sangat relevan. Penghinaan atau defamation secara harfiah diartikan sebagai sebuah tindakan yang merugikan nama baik dan kehormatan seseorang.
Perkembangan awal pengaturan tentang hal ini telah dikenal sejak era 500 SM pada rumusan “twelve tables” di era Romawi kuno. Akan tetapi, pada saat itu ketentuan ini seringkali digunakan sebagai alat pengukuhan kekuasaan otoritarian dengan hukuman-hukuman yang sangat kejam. Hingga, pada era Kekaisaran Agustinus (63 SM) peradilan kasus defamation (lebih sering disebut libelli famosi) terus meningkat secara signifikan. Dan, penggunaan aturan ini kemudian secara turun-temurun diwariskan pada beberapa sistem hukum di negara-negara lain, termasuk Inggris dalam lingkungan Common Law, serta Prancis sebagai salah satu negara penting pada sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law).
Di Indonesia, pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dominan merupakan duplikasi Wetboek van Strafrecht voor Netherland Indie yang pada dasarnya sama dengan KUHP Belanda (W.v.S). KUHP Belanda yang diberlakukan sejak 1 September 1886 itu pun merupakan kitab undang-undang yang cenderung meniru pandangan Code Penal-Prancis yang sangat banyak dipengaruhi sistem hukum Romawi.
0 komentar
Posting Komentar