Rabu, 29 April 2015
Pornograf
posted by >>
BERBAGI
Time
20.34
Jakarta, HanTer - ECPAT Indonesia mencatat sedikitnya ada 2,5 juta email mengandung konten pornografi setiap hari didistribusikan di dunia maya. Selain itu, merujuk dari data National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) tahun 2012, ditemukan sebanyak 18.747 pornografi "online" pada anak di Indonesia.
"Kami memperkirakan per tahun sekitar 100-150 ribu anak Indonesia menjadi korban eksploitasi seksual," tutur Koordinator ECPAT Indonesia Ahmad Sofian, di Jakarta, Rabu (29/4)
Sementara di level global, Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB di Bidang Kekerasan terhadap Anak, Mario Santos Pais, mencatat sekitar 150 juta anak perempuan dan 73 juta anak laki-laki mengalami pemerkosaan ataupun kekerasan seksual setiap tahunnya termasuk anak-anak yang menjadi objek seks komersial dan seks "online".
Penegakan Hukum ECPAT mendorong dibentuknya undang-undang khusus yang mengatur tentang antiprostitusi dan antipornografi terhadap anak untuk mengurangi jumlah konsumen atau pembeli seks anak melalui media online.
"Segera dibuat UU antiprostitusi anak, karena sampai saat ini belum ada satu pun artikel atau pasal dalam UU Perlindungan Anak maupun UU Perdagangan Manusia yang menyatakan bahwa barangsiapa membeli atau mencoba membeli seks pada anak adalah perbuatan pidana dan dapat dikenai sanksi pidana," ujarnya dikutip Antara.
Selama ini, menurut dia, hukum yang berlaku di Indonesia lebih menitikberatkan pada pemberian sanksi untuk sindikat penyedia seks anak seperti germo atau mucikarinya, tapi pembeli atau pengguna seks anak malah dibiarkan saja.
Indonesia sebenarnya telah meratifikasi instrumen hukum internasional yang diterbitkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait penanggulangan eksploitasi seksual anak melalui UU Nomor 10 Tahun 2012 tentang Protokol Opsional Konvensi Hak Anak, namun hingga kini belum ada legislasi nasional untuk menindaklanjuti isi konvensi tersebut.
Sementara itu negara-negara tetangga sudah menerapkan UU antiprostitusi anak seperti Thailand sudah menerapkan sejak 2008, Filipina sejak 2006, dan yang terbaru Vietnam sudah sejak 2011.
Ia menuturkan sudah seharusnya pemerintah Indonesia mengikuti jejak negara-negara tersebut dengan memasukkan UU antiprostitusi anak ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) agar permintaan akan seks terhadap anak berkurang atau bahkan berhenti sama sekali.
"Karena satu-satunya cara menghentikan praktik eksploitasi seksual anak adalah dengan penerapan hukum yang tegas dan pemberian sanksi yang berat. Praktik seperti itu tidak akan pernah berhenti jika 'demand' masih tinggi," katanya.
Sedangkan terkait dengan terkuaknya praktik jual beli seks anak di salah satu apartemen di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Ahmad mendesak pemerintah dan penegak hukum untuk memberikan sanksi administrasi berupa pengumuman kepada publik dan pencabutan izin usaha pada pihak apartemen atau hotel yang mengizinkan terjadinya eksploitasi seksual anak di kawasan usaha mereka.
"Sanksi administrasi harus diumumkan ke publik sebagai bagian dari tanggung jawab mereka atas terjadinya eksploitasi seksual anak di lingkungan hotel atau apartemen," tuturnya.
(Anu)
Tags :
Tugas EPTIK
0 komentar
Posting Komentar